ISLAMIC QUOTE OF THE DAY

‎"Pangkal dari semua kebaikan di dunia maupun di akhirat adalah taqwa kepada Allah." { Abu Sulaiman Addarani }

Tuesday, December 25, 2012

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Bagi Umat Islam



         '

Assalamu'alaykum warahmatullah wabarakatuh ...


We're back ^_^
maaf ya udah beberapa bulan ini blog kami tidak update :D

Nah,dalam pembahasan kali ini kita mau ngebahas tentang "Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi Bagi Umat Muslim" ..

Penasaran gak akhi wa ukhti fillah ?

Yuk langsung ajee..
cekidot..



Berikut ini dipaparkan Ustadz Ahmad Sarwat saat menjawab berbagai pertanyaan mengenai hukum merayakan tahun baru Masehi dan mengisinya dengan berbagai kegiatan yang islami.
Ada sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru Masehi. Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkannya dengan syarat.
1. Pendapat yang Mengharamkan
Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.
a. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Kafir
Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.
Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal yang dipercaya secara salah oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir nabi Isa.
Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.
b. Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir
Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”
c. Perayaan Malam Tahun Baru Penuh Maksiat
Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk shalat malam.
Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.
d. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Bid’ah
Syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah syariat yang lengkap dan sudah tuntas. Tidak ada lagi yang tertinggal.
Sedangkan fenomena sebagian umat Islam yang mengadakan perayaan malam tahun baru masehi di masjid-masijd dengan melakukan shalat malam berjamaah, tanpa alasan lain kecuali karena datangnya malam tahun baru, adalah sebuah perbuatan bid’ah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan salafus shalih.
Maka hukumnya bid’ah bila khusus untuk even malam tahun baru digelar ibadah ritual tertentu, seperti qiyamullail, doa bersama, istighatsah, renungan malam, tafakkur alam, atau ibadah mahdhah lainnya. Karena tidak ada landasan syar’inya.
2. Pendapat yang Menghalalkan
Pendapat yang menghalalkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada larangannya.
Mereka mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari natal. Kenyataannya setiap ada tanggal merah di kalender karena natal, tahun baru, kenaikan Isa, paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah. Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, departemen Agama RI dan institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur. Apakah liburnya umat Islam karena hari-hari besar kristen itu termasuk ikut merayakan hari besar mereka?
Umumnya kita akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau kita niatkan untuk merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja.
Demikian juga dengan ikutan perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan ikut-ikutan tradisi bangsa kafir, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat yang demikian, tidak mengapa hukumnya.
Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.
Misalnya, umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.
Demikianlah ringkasan singkat tentang perbedaan pandangan dari beragam kalangan tentang hukum umat Islam merayakan malam tahun baru.

Hari Raya Umat Islam Hanya ada Dua
Dalam agama Islam, yang namanya hari raya hanya ada dua saja, yaitu hari ‘Idul Fithr dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada pensyariatannya, sehingga sebagai muslim, tidak ada kepentingan apapun untuk merayakan datangnya tahun baru.
Namun ketika harus menjawab, apakah bila ikut merayakannya akan berdosa, tentu jawabannya akan menjadi beragam. Yang jelas haramnya adalah bila mengikuti perayaan agama tertentu. Hukumnya telah disepakati haram. Artinya, seorang muslim diharamkan mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan hari tersebut.
Maka semua bentuk Natal bersama, atau apapun ritual agama lainnya, haram dilakukan oleh umat Islam. Dan larangannya bersifat mutlak, bukan sekedar mengada-ada.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 7 Maret tahun 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda-tangani oleh ketuanya KH M. Syukri Ghazali. Salah satu kutipannya adalah:
  • Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  • Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  • Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan-kegiatan Natal.
Namun bagaimana dengan perayaan yang tidak terkait unsur agama, melainkan hanya terkait dengan kebiasaan suatu masyarakat atau suatu bangsa?
Sebagian kalangan masih bersikeras untuk mengaitkan perayaan datangnya tahun baru dengan kegiatan bangsa-bangsa non-muslim. Dan meski tidak langsung terkait dengan masalah ritual agama, tetap dianggap haram. Pasalnya, perbuatan itu merupakan tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, meski tidak terkait dengan ritual keagamaan. Mereka mengajukan dalil bahwa Rasulullah SAW melarang tasyabbuh bil kuffar
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menyerupa suatu kaum, maka dia termasuk di antara mereka. (HR Abu Daud)
Dari Abdullah bin Amr berkata bahwa orang yang mendirikan Nairuz dan Mahrajah di atas tanah orang-orang musyrik serta menyerupai mereka hingga wafat, maka di hari kiamat akan dibangkitkan bersama dengan mereka.
Tasyabbuh di sini bersaifat mutlak, baik terkait hal-hal yang bersifat ritual agama ataupun yang tidak terkait.
Namun sebagian kalangan secara tegas memberikan batasan, yaitu hanya hal-hal yang memang terkait dengan agama saja yang diharamkan buat kita untuk menyerupai. Sedangkan pada hal-hal lain yang tidak terkait dengan ritual agama, maka tidak ada larangan. Misalnya dalam perayaan tahun baru, menurut mereka umumnya orang tidak mengaitkan perayaan tahun baru dengan ritual agama. Di berbagai belahan dunia, orang-orang melakukannya bahkan diiringi dengan pesta dan lainnya.Tetapi bukan di dalam rumah ibadah, juga bukan perayaan agama.
Dengan demikian, pada dasarnya tidak salah bila bangsa itu merayakannya, meski mereka memeluk agama Islam.
Namun lepas dari dua kutub perbedaan pendapat ini, paling tidak buat kita umat Islam yang bukan orang Barat, perlu rasanya kita mengevaluasi dan berkaca diri terhadap perayaan malam tahun baru.
Pertama, biar bagaimana pun perayaan malam tahun baru tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW. Kalau pun dikerjakan tidak ada pahalanya, bahkan sebagian ulama mengatakannya sebagai bid’ah dan peniruan terhadap orang kafir.
Kedua, tidak ada keuntungan apapun secara moril maupun materil untuk melakukan perayaan itu. Umumnya hanya sekedar latah dan ikut-ikutan, terutama buat kita bangsa timur yang sedang mengalami degradasi pengaruh pola hidup western. Bahkan seringkali malah sekedar pesta yang membuang-buang harta secara percuma
Ketiga, bila perayaan ini selalu dikerjakan akan menjadi sebuah tradisi tersendir, dikhawatirkan pada suatu saat akan dianggap sebagai sebuah kewajiban, bahkan menjadi ritual agama. Padahal perayaan itu hanyalah budaya impor yang bukan asli budaya bangsa kita.
Keempat, karena semua pertimbangan di atas, sebaiknya sebagai muslim kita tidak perlu mentradisikan acara apapun, meski tahajud atau mabit atau sejenisnya secara massal. Kalaulah ingin mengadakan malam pembinaan atau apapun, sebaiknya hindari untuk dilakukan pada malam tahun baru, agar tidak terkesan sebagai bagian dari perayaan. Meski belum tentu menjadi haram hukumnya.

Jalan Tengah Perbedaan Pendapat
Para ulama dengan berbagai latar belakang kehidupan, tentunya punya niat baik, yaitu sebisa mungkin berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa, agar umat tidak terperosok ke jurang kemungkaran.
Salah satu bentuk polemik tentang masalah perayaan itu adalah ditetapkannya hari libur atau tanggal merah di hari-hari raya agama lain. Yang jadi perdebatan, apakah bila kita meliburkan kegiatan sekolah atau kantor pada tanggal 25 Desember itu, kita sudah dianggap ikut merayakannya?
Sebagian berpendapat bahwa kalau cuma libur tidak bisa dikatakan sebagai ikut merayakan, lha wong pemerintah memang meliburkan, ya kita ikut libur saja. Tapi niat di dalam hati sama sekali tidak untuk merayakannya.
Namun yang lain menolak, kalau pada tanggal 25 Desember itu umat Islam pakai acara ikut-ikutan libur, suka tidak suka, sama saja mereka termasuk ikut merayakan hari raya agama lain. Maka sebagian madrasah dan pesantren memutuskan bahwa pada tanggal itu tidak libur. Pelajaran tetap berlangsung seperti biasa.
Sekarang begitu juga, ketika pada tanggal 1 Januari ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hari libur nasional, muncul juga perbedaan pendapat. Bolehkah umat Islam ikut libur di tahun baru? Apakah kalau ikut libur berarti termasuk ikut merayakan hari besar agama lain?
Lalu muncul lagi alternatif, dari pada libur diisi dengan acarahura-hura, mengapa tidak diisi saja dengan kegiatan keagamaan yang bermanfaat, seperti melakukan pengajian, dzikir atau bahkan qiyamullail. Anggap saja memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Dan hasilnya sudah bisa diduga dengan pasti, yaituakan ada kalangan yang menolak mentah-mentah kebolehannya. Mereka mengatakan bahwa pengajian, dzikir atau qiyamullaih di malam tahun baru adalah bid’ah yang diada-adakan, tidak ada contoh dari sunnah Rasulullah SAW.
Lebih parah lagi, ada yang bahkan lebih ektrem sampai mengatakan kalau malam tahun baru kita mengadakan pengajian, dzikir, atau qiyamullail, bukan sekedar bid’ah tetapi sudah sesat dan masuk neraka. Wah…
Jadi semua itu nanti akan kembali kepada paradigma kita dalam memandang, apakah kita akan menjadi orang yang sangat mutasyaddid, mutadhayyiq, ketat dan terlalu waspada? Ataukah kita akan menjadi mutasahil, muwassi’, longgar dan tidak terlalu meributkan?
Kedua aliran ini akan terus ada sepanjang zaman, sebagaimana dahulu di masa shahabat kita juga mengenal dua karakter ini. Yang mutasyaddid diwakili oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dan beberapa shahabat lain, sedang yang muwassa’ diwakili oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan lainnya.
Adakah Jalan Tengah?
Insya Allah, ada jalan tengah yang sekiranya bisa kita pertimbangkan. Misalnya, kalau dasarnya memang tidak ada budaya atau kebiasaan untuk bertahun baru dengan kegiatan semacam pengajian dan sejenisnya, sebaiknya memang tidak usah digagas sejak dari semula. Biar tidak menjadi bid’ah baru.
Akan tetapi kalau kita berada pada masyarakat yang sudah harga mati untuk merayakan tahun baru, suka tidak suka tetap harus ada kegiatan, mungkin akan lain lagi ceritanya. Tugas kita saat itu mungkin boleh saja sedikit berdiplomasi. Misalnya, tidak ada salahnya kalaukitamengusulkan agar acaranya dibuat yang positif seperti pengajian.
Dari pada kegiatannya dangdutan, begadang semalam suntuk atau konser musik, kan lebih baik kalau digelar saja dalam bentuk pengajian. Anggaplah sebagai proses menuju kepada pemahaman Islam yang lebih baik nantinya, tetapi dengan cara perlahan-lahan.
Kalau kita tidak bisa menghilangkan budaya yang sudah terlanjur mengakar dengan sekali tebang, maka setidaknya arahnya yang dibenarkan secara perlahan-lahan. Kira-kira ide dasarnya demikian.
Tetapi yang kami sebut sebagai jalan tengah ini bukan berarti harga mati. Ini cuma sebuah pandangan, yang mungkin benar dan mungkin juga tidak. Namanya saja sekedar pendapat. Tetap saja menyisakan ruang untuk berbeda pendapat. Dan mungkin suatu ketika kami koreksi ulang.

Udah di baca sampe abis ?



Nah,jadi udah tau kan akhi wa ukhti fillah tentang hukum Merayakan Tahun Baru Masehi ?

Kalo udah tau, nih ane kasih jempoool                                 *sok kaskus banget ya* ^_^ wkwk....

Jazakumullahu Khairan Katsira
Semoga Bermanfaat
Wassalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh



Tuesday, August 14, 2012

Lomba Pesantren Ramadhan 2012


  





Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh ...



Hai akhi wa ukhti , apa kabar ?


Pada tanggal 4 Agustus 2012 Rohis & Osis SMKN 2 Palembang mengadakan lomba :

  1. Da'i
  2. Kaligrafi
  3. Tilawah Al-Qur'an
Berikut foto-foto dari kegiatan tersebut :



                         

                      

                      

                       
               
                       

 

 

 

 









Hasil dari Lomba tersebut :


  • Juara 1 Lomba Da'i : Hasbullah ( XII TSP )
  • Juara 2 Lomba Da'i : Ahmad Fauzan ( XII TITl 1 )
  • Juara 3 Lomba Da'i : Nopa Riani ( XI TKJ 2 )


  1. Juara 1 Lomba Tilawah Al-qur'an : M. Ilham ( X TSM 2 )
  2. Juara 2 Lomba Tilawah Al-qur'an : K.M Imam ( XII TPM 1 )
  3. Juara 3 Lomba Tilawah Al-Qur'an : Apriansyah ( X TSP 2 )



  • Juara 1 Lomba Kaligrafi : Ayu Khotama ( XI TGB 2 )
  • Juara 2 Lomba Kaligrafi : Evi Yani ( XII TGB 2 )
  • Juara 3 Lomba Kaligrafi : M. Harun ( XI TPM 2 )
Semoga dari kegiatan ini bisa muncul bibit - bibit baru Generasi Bangsa yang Religius .. Aamiin ya Rabbal alamin.

Any Question ? hehehe
di kolom komentar aja :D



Keep Istiqomah 
Salam Ukhuwah !

Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh



Saturday, July 28, 2012

Indahnya Ramadhan bersama Al-Qur'an






Assalamu'alaykum warahmatullah wabarakatuh :)


Akhirnya kesampaian juga untuk memPosting artikel baru :)

Semoga bermanfaat, Barakallah ! 



Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan warna ketaatan. Selain ibadah puasa di siang hari, kaum muslimin dapat menikmati keindahan tadabbur dan tilawah al-Qur’an di malam hari. Dengan merenungkan ayat-ayat al-Qur’an itulah ketenangan jiwa akan didapatkan.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah, bahwa dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan berdzikir kepada Allah dalam ayat ini adalah Kitab-Nya. Yaitu, tatkala seorang mukmin mengetahui kandungan hukum dari ayat-ayat Allah yang menunjukkan kepada kebenaran maka hatinya pun merasakan ketentraman. Sebab hatinya tidak bisa merasakan ketentraman tanpa ilmu dan keyakinan, sementara ilmu dan keyakinan itu bisa diperoleh dengan memperhatikan Kitabullah tersebut (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 418 cet. Ar-Risalah)

Membaca dan merenungkan ayat-ayat al-Qur’an adalah bagian dari dzikir. Sementara kedudukan dzikir bagi seorang insan laksana air bagi seekor ikan. Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah mengatakan, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Apakah yang akan terjadi jika ikan dipisahkan dengan air?” Bagaimana mungkin seorang hamba mengaku mencintai Allah, sementara hati dan lisannya kering dari mengingat dan memuji-Nya?!

Demikianlah yang telah dipraktekkan oleh salafus shalih. Mereka adalah suatu kaum yang mengagungkkan Kitabullah dengan semestinya. Mereka tidak hanya mengimani al-Qur’an sebagai bacaan ataupun wahyu dari sisi-Nya, tetapi mereka juga menerapkan ajarannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika mereka mendapatkan predikat generasi terbaik umat ini. Gelar yang layak mereka sandang, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu)

Para sahabat radhiyallahu’anhum telah menjadi teladan bagi generasi berikutnya dalam menjadikan al-Qur’an sebagai jalan hidup mereka. Oleh sebab itu mereka pun mulia di sisi Allah karena ketakwaan mereka, kedalaman ilmu mereka, amal salih mereka, dan kecintaan mereka yang teramat besar terhadap Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sebagian kaum dengan Kitab ini dan akan merendahkan sebagian yang lain dengan Kitab ini pula.” (HR. Muslim dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu)

Mereka adalah sebuah generasi yang telah ridha terhadap Allah, Islam dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tidak rela untuk menjual keimanan dan tauhid yang mereka miliki dengan kenikmatan dunia apapun. Mereka lebih memilih disiksa daripada harus menuruti kemauan thaghut dan dedengkot kekafiran. Seperti Bilal bin Rabah radhiyallahu’anhu yang rela tubuhnya tersengat teriknya panas padang pasir dan kesakitan di bawah tindihan batu dengan kalimat ‘Ahad, Ahad’ yang terus mengalir dari bibirnya yang mulia. Itulah manisnya iman yang mereka gapai dengan segenap pengorbanan dan perjuangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan manisnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al-’Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu)

Para sahabat hidup di bawah naungan al-Qur’an. Sehingga ayat-ayat suci itu mewarnai hidup dan kehidupan mereka, mewarnai hati dan tingkah laku mereka. Tidak sebagaimana kaum Khawarij yang hanya menjadikan al-Qur’an sebagai hiasan di bibir dan lisan mereka. Akan tetapi, pemikiran dan keyakinan mereka melesat dari agama sebagaimana melesatnya anak panah menembus sasarannya. Kaum Khawarij itulah -meskipun mereka memiliki banyak hafalan al-Qur’an dan bersungguh-sungguh dalam beribadah- kelompok orang yang mendapatkan celaan keras dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka lah yang disebut sebagai anjing-anjing neraka. Sejelek-jelek manusia dan seburuk-buruk kaum yang terbunuh di bawah kolong langit ini. Bahkan, bagi orang yang berhasil membunuh mereka Nabi janjikan pahala yang besar di sisi Allah pada hari kiamat kelak.

Para sahabat radhiyallahu’anhum tidak memandang al-Qur’an sebagai kumpulan dongeng atau cerita pelipur lara belaka. Bahkan, mereka menjadikan al-Qur’an sebagai undang-undang kehidupan mereka dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, dalam hidup individu dan rumah tangga. Mereka pun tidak menganggap bahwa masa berlakunya hukum-hukum Kitabullah hanya untuk dua atau tiga generasi saja. Bahkan, al-Qur’an itu cocok dan sesuai dengan segala masa dan suasana. Oleh sebab itu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berpesan, “Ikutilah tuntunan dan janganlah kalian mengada-adakan ajaran baru, karena sesungguhnya kalian telah dicukupkan.”

Para sahabat radhiyallahu’anhum menjadikan al-Qur’an sebagai sesuatu yang harus diyakini dan diamalkan, bukan sesuatu yang harus diragukan apalagi untuk diperdebatkan! Mereka sangat yakin bahwa al-Qur’an adalah sebaik-baik pembicaraan, sejujur-jujur perkataan, dan sebaik-baik petunjuk bagi kemanusiaan. Ia diturunkan dari sisi Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Tidaklah datang kepadanya kebatilan, dari arah depan, maupun dari arah belakang. Seandainya seluruh manusia bersatu padu untuk membuat sesuatu yang serupa dengannya, niscaya mereka akan gagal dan tidak sanggup melakukannya, meskipun mereka bahu-membahu dan saling membantu satu dengan yang lain. Tidak mungkin mereka bisa menandingi mukjizat yang agung ini. Inilah kemuliaan al-Qur’an yang akan membuat tentram dan sejuk hati insan beriman. Dan sebaliknya, ia tidak akan mendatangkan pengaruh kepada orang-orang yang zalim kecuali kerugian dan kebencian.

Salafus shalih telah memberikan teladan kepada kita dalam mewarnai bulan yang mulia ini dengan interaksi yang intensif bersama al-Qur’an. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri setiap tahunnya menyetorkan hafalan al-Qur’an kepada Jibril ‘alaihis salam di setiap malam di bulan Ramadhan. Demikian pula salafus shalih, mereka memperbanyak membaca al-Qur’an di bulan Ramadhan, di dalam maupun di luar sholat. Az-Zuhri rahimahullah berkata apabila telah masuk bulan Ramadhan, “Sesungguhnya ini adalah kesempatan untuk membaca al-Qur’an dan memberikan makanan.” Imam Malik rahimahullah, apabila telah datang bulan Ramadhan maka beliau menutup majelis hadits dan mengkhususkan diri untuk membaca al-Qur’an dari mushaf. Qatadah rahimahullah pada bulan Ramadhan mengkhatamkan al-Qur’an setiap tiga malam, sedangkan pada sepuluh hari terakhir beliau mengkhatamkannya setiap malam. Begitu pula Ibrahim an-Nakha’i rahimahullah, pada sepuluh hari terakhir beliau mengkhatamkan al-Qur’an setiap dua malam (lihat Majalis Syahri Ramadhan karya Syaikh Utsaimin, hal. 26-27 cet. Dar al-’Aqidah)

Wahai saudaraku, ucapan manusia…
Telah membuat kita lupa akan ucapan Rabb kita

Kita sibuk dengan perkataan si fulan atau ‘allan
Sementara kita lalai dari nasehat dan bimbingan ar-Rahman

Saudaraku, bulan penuh berkah ada di hadapan
Jangan sampai ia berlalu sedangkan kita terus tenggelam dalam kelalaian

Ya Allah, Ya Rabbi, pertemukanlah kami dengan bulan itu
Larutkanlah kami dalam malam-malam indah bersama-Mu…

Wassalamu'alaykum warahmatullah wabarakatuh :)
Keep Istiqomah :)
Salam Ukhuwah :)




Friday, June 29, 2012

Download Software Islami




Arabic Pad  --> Download 

Hadist & Al-qur'an LENGKAP --> Download

Adzan Otomatis 5 Waktu  -->  Download 

Tuesday, June 19, 2012

Pelajaran & Hikmah Isra' Mi'raj





       Setiap akhir Rajab kita akan melewati peringatan sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam, yaitu Isra' Mi'raj.  Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan kemuliaan menghadap Allah SWT untuk menerima perintah shalat secara langsung. Maka atas izin Allah SWT diperjalankanlah beliau di malam hari dari masjidil haram di Mekkah, menuju masjidil Aqsha di Palestina, untuk kemudian dilanjutkan perjalanan vertikal atau mi'raj  menuju Sidratul Muntaha. Sebuah perjalanan mulia yang ditempuh dalam waktu hanya satu malam, hingga kemudian banyak kaum kafir Qurays yang semakin membangkang setelah mendengar cerita tersebut dari Rasulullah SAW.


Indah sekali Al-Quran menjawab pembangkangan mereka dengan kalimat tasbih di awal ayat : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil haram ke Al Masjidil aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS Al-Isra 1) 

Subhanallah

     Setiap muslim harus berupaya mengambil pelajaran dari setiap peristiwa, terlebih momentum penting Isra' Mi'raj ini. Karenanya  yang dimaksud dengan peringatan Isra' Mi'raj yang setiap tahun terus berulang ini, adalah upaya untuk saling mengingatkan dan memperdalam makna dan hikmah yang ada seputar peristiwa tersebut. Peringatan Isra' Mi'raj bukanlah sebuah perayaan yang mengharuskan ritual-ritual atau kegiatan khusus tanpa makna, namun sejak awal hendaknya diniatkan untuk menggali hikmah yang terpendam dari peristiwa bersejarah tersebut. 

Secara sederhana, ada beberapa hal yang bisa kita serap dari rangkaian peristiwa yang begitu lengkap dipaparkan dalam kitab-kitab sirah nabawiyah tersebut, antara lain sebagai berikut :

Pertama : Memahami Keutamaan Sholat 

Konten utama Isra' Mi'raj adalah perintah Sholat, yang diturunkan secara langsung kepada Rasulullah SAW. Hal ini menunjukkan keutamaan dan kekhususan ibadah sholat, dibandingkan perintah ibadah lainnya yang biasa turun melalui perantara malaikat Jibril a.s . Dalam paparan peristiwa tersebut juga kita patut bersyukur sepenuhnya, karena umat Islam diberikan keringanan sholat ‘hanya’ lima waktu dalam sehari, setelah pada awalnya kewajiban sholat turun dengan jumlah 50 waktu sehari. Tentu saja pemahaman kita akan betapa utamanya ibadah sholat, harus diikuti dengan komitmen untuk meningkatkan kualitas sholat kita. 

Jangan sampai terindikasi sebagimana disebutkan dalam Al-Quran : “ Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat,(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya” (QS Al-Maun). Lalai yang disebutkan dalam ayat bisa diartikan : meremehkan waktu sholat, tidak konsisten berjamaah, maupun tidak memelihara kekhusyukan dalam sholat. 

Kedua : Memahami Keutamaan Rasulullah SAW

Di dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW menceritakan bagaimana beliau mengimami para nabi,  termasuk Nabi Ibrahim a.s  di masjidil Aqsha saat malam isra' tersebut. Hal ini menunjukkan keutamaan Rasulullah  SAW, sebagai pemimpin para nabi, dan risalah yang dibawanya adalah risalah penutup yang menyempurnakan ajaran agama-agama langit sebelumnya. Pada titik inilah kita seharusnya bertambah keimanan dan juga kecintaan kita kepada Rasulullah SAW dan ajaran Islam yang dibawanya.

Ketiga: Memahami Keutamaan Masjidi al-Aqsho

     Dalam peristiwa Isra' Mi'raj kita memahami bahwa masjid al-aqsha menjadi bagian tak terpisahkan dari masjid-masjid yang dimuliakan dalam Islam, yaitu Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Rasulullah SAW dalam hal ini juga mengingatkan :  “Tidak boleh menyiapkan perjalanan secara khusus kecuali pada tiga masjid : masjidku ini (nabawi), masjid haram dan masjid aqsha (HR Muslim) “. Karena inilah, peringatan Isra' Mi'raj sudah seharusnya menjadikan kita untuk lebih peduli dengan apa yang terjadi di Palestina saat ini, baik tentang kependudukan Israel atas Masjidil Aqsha, maupun pengusiran dan penderitaan kaum muslimin di sana yang hingga saat ini masih terus terjadi. 

Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk dapat mengambil sisi positif  dari setiap peringatan-peringatan peristiwa bersejarah, terkhusus pada waktu yang dekat ini, yaitu Isra Mikraj. 

Wallahu a’lam bishawab 

Keep Istiqomah !
Wassalamu'alaikum wr.wb

Salam Ukhuwah :)


Wednesday, May 23, 2012

Belajar Bahasa Arab Pasaran.


Bahasa memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab bahasa merupakan salah satu ikatan terkuat yang menghubungkan suatu individu atau masyarakat. Dengan bahasa, seseorang dapat mempertahankan hubungannya dengan masyarakat tempat dia dilahirkan dan hidup di situ. Bahasa memiliki banyak ragam dan digunakan di berbagai negara. Di antara bahasa tersebut adalah bahasa Arab yang banyak digunakan di Jazirah Arab.
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa bernilai tinggi yang tetap terjaga sampai sekarang. Di dalamnya terdapat bermacam-macam dialek yang berbeda di antara kabilah-kabilah Arab. Secara umum dapat disimpulkan bahwa bahasa Arab terdiri dari dua jenis, yaitu bahasa Arab Fusha (Baku) dan 'Amiyah (Pasaran).

Bahasa Arab Fusha adalah bahasa Al Qur'an, bahasa Arab yang paling lurus yang banyak digunakan dalam situasi resmi seperti penyampaian ilmu di masjid maupun sekolah, rapat, dan yang sejenisnya. Bahasa ini menggunakan kaidah-kaidah ilmu Nahwu dan Sharaf. Oleh karena itu, bahasa ini adalah bahasa yang menunjukkan ilmu dan adab. Bahasa ini juga merupakan pemersatu di antara dialek-dialek bahasa Arab yang berbeda-beda.
Adapun bahasa Arab 'Amiyah, merupakan bahasa Arab yang tidak berada di atas kaidah ilmu nahwu dan sharaf. Oleh karena itu, bahasa ini lebih mudah diucapkan dan dipelajari. Bahasa ini digunakan dalam percakapan sehari-hari yang tidak bersifat resmi seperti ketika berada di pasar, di rumah, dan yang sejenisnya. Bahasa ini diucapkan dengan dialek yang berbeda-beda sehingga tidak mampu mewujudkan kesepahaman di antara seluruh penduduk daerah-daerah Arab, bahkan di antara orang-orang Arab dalam satu daerah.
Dalam perkembangannya, bahasa Arab 'Amiyah ini sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan orang-orang yang tinggal di jazirah Arab, sehingga terjadi pertentangan antara bahasa Arab Fusha dengan 'Amiyah tersebut. Selanjutnya, bahasa Arab Fusha berkembang secara internasional, karena bahasa tersebut banyak digunakan dalam hubungan internasional. Bahasa itu pula yang diajarkan di luar Arab. Oleh karena itu sedikit orang-orang yang berada di luar jazirah Arab yang memahami bahasa Arab 'Amiyah.
Bagi orang yang akan melakukan perjalanan ke Arab Saudi, entah itu dalam rangka belajar, bekerja, atau menunaikan ibadah haji, merupakan perkara yang penting untuk menguasai kedua bahasa tersebut. Bagi calon jamaah haji Indonesia, bahasa Arab sangat bermanfaat dalam menunjang kelancaran perjalanan dan aktivitas. Misalnya, untuk beramah-tamah dengan jamaah lain yang berasal dari negara-negara Arab, bertanya sesuatu, atau berbelanja. Banyak kasus tersesatnya jamaah haji di Tanah Suci, di antaranya karena tidak memiliki wawasan berbahasa Arab, sekalipun hanya bertanya nama jalan atau letak Masjidil Haram.
Selain bagi jamaah haji, kebutuhan bahasa Arab juga sangat penting dikuasai oleh para calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja di negara-negara Arab. Bekal percakapan bahasa Arab akan sangat membantu komunikasi dengan majikannya, baik dalam pekerjaan maupun dalam kebutuhan lainnya.
Dalam tulisan ini yang kita tekankan adalah bahasa Arab 'Amiyah, karena mayoritas orang Saudi sekarang memakai bahasa ini dalam percakapan mereka sehari-hari, terlebih lagi para pendatang yang berasal dari India, Afghanistan, Pakistan, Mesir, dan sekitarnya. Terkadang jika kita berbicara kepada mereka dengan bahasa Arab Fusha, mereka tidak faham.
Oleh karena itu, di sini saya mencoba menulis daftar bahasa Arab 'Amiyah tersebut. Daftar ini saya ambil dari buku bahasa Arab panduan calon TKI. Nama penyusun maupun penerbitnya tidak dicantumkan dalam buku itu. Hanya saja, buku itu dijual oleh petugas BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI) dalam program PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan) yang harus diikuti oleh calon TKI yang akan berangkat ke negara tujuan. Di buku tersebut bahasa Arab 'Amiyahnya ditulis dengan huruf abjad, bukan dengan huruf Arab karena sumbernya adalah apa yang didengar oleh penyusun buku itu dari perkataan orang-orang di Saudi yang berbicara dengan bahasa itu. Sebenarnya dalam buku itu hanya ditulis Bahasa Indonesia dan bahasa Arab 'Amiyah saja. Di sini saya tambahkan satu kolom untuk bahasa Arab Fusha agar bahasa tersebut tetap terpelihara. Karena daftarnya lumayan banyak, saya akan menyajikannya secara bersambung, insya Allah.

Kata Ganti Orang (Dhamir)

Bahasa Indonesia
Bahasa Arab Pasaran
Bahasa Arab Fusha
Saya
Ana
أَنَا (Ana)
Kamu (laki-laki)
Inta
أَنْتَ (Anta)
Kamu (perempuan)
Inti
أَنْتِ (Anti)
Dia (laki-laki)
Huwa
هُوَ (Huwa)
Dia (perempuan)
Hiya
هِيَ (Hiya)
Mereka (laki-laki)
Hum
هُمْ (Hum)
Mereka (perempuan)
Hunna
هُنَّ (Hunna)


Ucapan Selamat (Tahiyyah)

Bahasa Indonesia
Bahasa Arab Pasaran
Bahasa Arab Fusha
Selamat datang
Ahlan wa sahlan
أَهْلًا وَسَهْلًا
(Jawaban) Selamat datang
Ahlan bik/bikum
أَهْلًا بِكَ / بِكُمْ
Apa kabar?
Keif halik? / Keif halak?
كَيْفَ حَالُكَ
Alhamdulillah baik
Alhamdulillah khair
الْحَمْدُ لِلهِ خَيْرٌ  
Saya baik-baik saja
Ana toyyib/toyyibah
أَنَا طَيِّبٌ / طَيِّبَةٌ
Selamat pagi
Sabahul khair
صَبَاحُ الْخَيْرِ
(Jawaban) Selamat pagi
Sabahun nur
صَبَاحُ النُّوْرِ
Selamat siang
Naharukis sa'id
نَهَارُكَ سَعِيْدٌ
(Jawaban) Selamat siang
Sa'id mubarok
سَعِيْدٌ مُبَارَكٌ
Selamat sore
Masa'ul khair
مَسَاءُ الْخَيْرِ
(Jawaban) Selamat sore
Masa'un nur
النُّوْرِ مَسَاءُ
Selamat malam
Lailah sa'idah
لَيْلَةٌ سَعِيْدَةٌ
(Jawaban) Selamat malam
Sa'idah mubarokah
سَعِيْدَةٌ مُبَارَكَةٌ
Sampai jumpa lagi
Ilal liqo'
إِلَى اللِّقَاءِ
Semoga selamat 
Ma'as salamah
مَعَ السَّلَامَةِ
Semoga Allah memberi keselamatan kepadamu 
Alloh yusallimuk
اللهُ يُسَلِّمُكَ

Catatan :
Kalimat "Alloh yusallimuk" terkadang digunakan ketika saling bertanya kabar.

Semoga Bermanfaat ya akhi dan ukhti sekalian :D

SUMBER : Arabiyah














 

Member

Kembali ke atas Copyright © 2012 | Rohis SMKN 2 Palembang Designed by Ricky Kurniadi